LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA
DASAR I
PERCOBAAN I
PEMBUATAN DAN PENENTUAN
KONSENTRASI LARUTAN
OLEH:
NAMA :
M.RIDWAN BAIDHOWI
NIM :
J1B115407
KELOMPOK :
II(DUA)
ASISTEN :
MEIRINA DWI S
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2015
PERCOBAAN
I
PEMBUATAN DAN PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN
I.
TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan percobaan
praktikum ini diharapkan dapat membuat larutan dengan kosentrasi tertentu,
mengencerkan larutan, dan menentukan kosentrasi larutan yang telah dibuat.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Larutan
Dalam kimia, larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih
zat. Zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut zat terlarut atau solut, sedangkan zat yang jumlahnya
lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut atau solven. Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan
dinyatakan dalam konsentrasi
larutan, sedangkan proses pencampuran zat terlarut dan pelarut membentuk
larutan disebut pelarutan atau solvasi
(Lestari, 2012).
Larutan dilihat berdasarkan keadaan fasa
setelah bercampur ada yang homogen dan heterogen. Campuran homogen adalah
campuran yang membentuk satu fasa yaitu yang mempunyai sifat dan komposisi yang
sama antara satu bagian dengan bagian lain didekatnya. Contoh larutan homogen
yaitu air gula dan alkohol dalam air. Sedang campuran heterogen adalah campuran
yang mengandung dua fasa atau lebih contohnya air susu dan air kopi (Syukri,
1999).
Larutan dapat dibagi tiga, yaitu larutan
gas, cair dan padat. Dalam larutan gas tidak banyak interaksi volume pengaruh
suatu komponen terhadap yang lain, karena partikelnya sangat berjauhan. Dalam
larutan cair antara partikel komponen larutan terdapat interaksi yang cukup
kuat. Larutan padatan adalah padatan-padatan dalam mana satu komponen
terdistribusi tak beraturan pada atom atau molekul dari komponen lainnya
(Sastrohamidjojo, 2001).
II.2 Konsentrasi
Konsentrasi larutan menyatakan secara kuantitatif komposisi zat
terlarut dan pelarut di dalam larutan. Konsentrasi umumnya dinyatakan dalam
perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah total zat. Berdasarkan hal ini,
munculah satuan-satuan konsentrasi, yaitu fraksi mol, molar, molal, dan normal
serta di tambah dengan persentase massa, persen volume, dan ppm. Molaritas
menyatakan banyaknya jumlah mol suatu zat terlarut per liter larutan, sedangkan
normalitas menyatakan jumlah ekuivalen zat terlarut yang ada dalam setiap liter
larutan. Persen berat menyatakan banyaknya zat terlarut (dalam satuan gram) per
100 mL larutan, sedangakan persen volume menyatakan volume zat terlarut (dalam
satuan mL) yang tedapat dalam setiap 100 mL larutan (Gunawan, 2004).
Tabel 1. Satuan Konsentrasi Larutan
No
|
Nama
|
Lambang
|
Definisi
|
1
2
3
4
5
6
7
|
Fraksi mol
Molar
Molal
Normal
Persen massa
Persen volume
Part per million
|
X
M
m
N
% w
% V
ppm
|
mol zat terlarut + mol pelarut
liter larutan
1000 gram pelarut
liter larutan
gram larutan
volume larutan
kg larutan
|
(Syukri, 1999).
Larutan yang diketahui konsentrasinya dengan pasti
disebut larutan standar dan biasanya diletakkan dari suatu buret ke dalam suatu
erlenmeyer yang mengandung zat akan ditentukan kadarnya sampai reaksi
selesai.Sifat larutan sedikit menyimpang dari zat pelarut, karena adanya zat
terlarut. Proses yang digunakan
untuk menentukan secara teliti konsentrasi suatu larutan dikenal sebagai
Standarisasi. Suatu larutan standar dapat dibuat dari sejumlah contoh yang
diinginkan yang ditimbang secara teliti, kemudian melarutkannya ke dalam volume
larutan yang secara teliti diukur volumenya (Sastrohamidjojo, 2001).
Seperti
halnya hasil dri percobaan yang dilakukan oleh Ranti Yulia kasih dan
kawan-kawan tentang pengaruh penambahan abu sekam padi terhadap kuat tekan
mortal semen PCC dengan perendaman dalam asam sulfat dan analisis larutan
rendaman mortal dapat disimpulkan bahwa nilai kuat tekan mortal dalam larutan
asam sulfat tidak jauh berbeda dengan mortal dalam akuades dengan nilai
konsentrasi terbesar dari logam terlarut dalam larutan peremdaman mortal adalah
Ca 5,5 ppm pada larutan H2SO4 dan 4,57 dalam akuades
(Kasih, 2012)
Untuk membuat larutan dengan konsentrasi tertentu harus
diperhatikan :
1.
Apabila dari padatan, pahami terlebih dahulu
satuan yang diinginkan. Berapa volum atau
massa larutan yang akan dibuat.
2. Apabila larutan yang
lebih pekat, satuan konsentrasi larutan yang diketahui dengan satuan yang
diinginkan harus disesuaikan. Jumlah zat terlarut sebelum dan sesudah
pengenceran adalah sama, dan memenuhi persamaan :
V1 . M1 = V2 . M2
.................................................................................. (2.1)
dimana,
V1
: Volume larutan atau massa sebelum diencerkan
M1
: Konsentrasi larutan sebelum diencerkan
V2 : Volume larutan atau massa setelah
diencerkan
M2 : Konsentrasi larutan setelah
diencerkan
(Syukri, 1999).
II.3 Titrasi
Titrasi adalah cara analisis yang memungkinkan kita untuk mengukur jumlah
yang pasti dari suatu larutan dengan mereaksikan dengan suatu larutan yang
konsentrasinya diketahui. Pada suatu titrasi, salah satu larutan yang
mengandung suatu pereaksi dimasukkan ke dalam buret, suatu lempeng gelas yang
salah satu ujungnya diberi kran dan diberi tanda tera dalam ml dan
ml. larutan dalam
buret disebut penitrasi dan selama titrasi larutan ini diteteskan secara
perlahan sampai seluruh reaksi selesai yang dinyatakan dengan berubahnya warna
indikator, suatu zat yang umumnya ditambahkan ke dalam larutan dalam bejana
penerima dan mengalami satu macam perubahan warna. Perubahan warna ini
menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi, diberi nama demikian karena
pada titik ini penetesan larutan penitrasinya dihentikan dan volumenya dicatat
(Petrucci, 1987).
Titrasi adalah metode penetapan
kadar suatu larutan dengan menggunakan larutan
standar yang sudah diketahui konsentrasinya.
Dalam hal ini, suatu larutan yang konsentrasinya telah diketahui secara pasti
(larutan standar), ditambahkan secara bertahap ke larutan lain yang konsentrasinya
tidak diketahui, sampai reaksi kimia antara kedua larutan tersebut berlangsung
sempurna. (Ahmad & Hendra 2012)
Reaksi antara titran dan zat terpilih sebagai
standar primer, harus memenuhi persyaratan untuk analisa secara
titrimetri. Suatu standar primer harus
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Zat
itu harus mudah didapat dalam bentuk murni atau dalam keadaan kemurnian yang
diketahui dengan tepat. Umumnya zat pengotor harus tidak melebihi 0,01-0,2 %
dan harus diuji ketidak-murniannya dengan uji-uji yang diketahui kepekaannya.
2. Zat
itu harus tetap, mudah dikeringkan dan tidak higroskopik. Tidak berkurang beratnya sewaktu terkena
udara. Garam-garaman hidrat biasanya tidak
digunakan sebagai standar primer.
3. Zat
itu mempunyai berat ekuivalen yasng cukup tinggi agar dapat mengurangi
konsekuensinya akibat kesalahan dalam (Yanne, 2010).
Agar titrasi dapat
berlangsung dengan baik, yang harus diperhatikan adalah :
1. Interaksi
antara pentiter dan zat yang ditentukan harus berlangsung secara stoikiometri.
Interaksi antara
pentiter dan zat yang ditentukan harus berlangsung secara terhitung, artinya
sesuai dengan ketetapan yang dicapai dengan peralatan yang lazim digunakan
dalam titrimetri. Reaksi harus sempurna
sekurang-kurangnya 99,9 % pada titik kesetaraan.
2. Laju reaksi harus cukup tinggi agar titrasi
berlangsung dengan cepat. Titrasi dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Berdasarkan reaksi
a)
Titrasi asam basa
b)
Titrasi oksidasi reduksi
c)
Titrasi pengendapan
d)
Titrasi kompleksometri
2. Berdasarkan titran (larutan
standar) yang dipakai
a)
Titrasi asidimetri
b)
Titrasi asidimetri
3. Campuran
penetapan akhir
a)
Cara visual dengan indikator
b)
Cara elektromagnetik
4. Berdasarkan
kosentrasi
a)
Makro
b)
Semimikro
c)
Mikro
5. Berdasarkan teknik pelaksaan
a)
Tidak langsung
b)
Titrasi plank
c)
Titrasi tidak langsung (Yanne,
2010).
III.
ALAT DAN BAHAN
A. Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah gelas
piala 50 mL, gelas ukur, pipet tetes, pipet ukur, pipet gondok, labu takar, dan
buret.
B. Bahan
Bahan-bahan yang diperlukan pada percobaan
ini adalah asam klorida (HCl) pekat, larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,1 M,
pelet natrium hidroksida (NaOH), larutan asam klorida (HCl) 0,1 M, indikator
metil merah, dan indikator phenophtalein.
III.
PROSEDUR KERJA
I. Pembuatan
dan Pengenceran Larutan Asam Klorida
1. Gelas ukur kosong ditimbang, kemudian dicatat beratnya.
2. Sebanyak 4,2 mL
larutan asam klorida pekat diambil dengan gelas ukur yang telah ditimbang dan
pipet tetes. Di lakukan dalam lemari asam.
3. Labu takar 100 mL yang kosong ditimbang,
kemudian diisi labu takar tersebut
dengan sekitar 20-25 ml akuades.
4. Asam
klorida pekat yang
telah diambil dimasukkan
ke dalam labu takar dengan perlahan-lahan. Lakukan
dalam lemari asam.
5. Akuades ditambahkan ke dalam labu takar hingga
tanda batas (perhatikan, meniskus yang diamati adalah meniskus bawah). Ditutup
labu takar dan mengocoknya hingga larutan homogen. Labu takar yang telah berisi larutan
ditimbang. Larutan yang telah dibuat dalam tahap ini disebut sebagai larutan A.
6. Sebanyak 20 mL larutan asam klorida yang telah
dibuat (larutan A) dipindahkan ke dalam labu takar 100mL yang baru dengan pipet
gondok atau pipet ukur.
7. Akuades ditambahkan ke dalam labu takar hingga
tanda batas. Larutan HCl yang telah diencerkan ini disebut sebagai larutan B.
II. Penentuan Konsentrasi Larutan Asam Klorida melalui
titrasi
a. Titrasi dengan
Indikator Metil Merah
1. Buret dibilas terlebih dahulu dengan akuades
sebelum digunakan, kemudian membilas kembali dengan larutan NaOH yang akan
digunakan.
2. Buret diisi dengan larutan natrium hidroksida
(NaOH).
3. Volume awal larutan natrium hidroksida dicatat
dalam buret dengan membaca skala pada meniskus bawah larutan.
4. Sebanyak 10 mL larutan asam klorida encer
(larutan B) dipindahkan ke dalam erlenmeyer dengan menggunakan pipet gondok
atau pipet ukur.
5. Indikator metil merah ditambahkan ke dalam
larutan tersebut.
6. Larutan dalam Erlenmeyer dititrasi dengan
larutan natrium hidroksida di dalam buret hingga terjadi perubahan warna.
7. Titrasi dihentiakn begitu terjadi perubahan
warna yang konstan.
8. Volume akhir natrium hidroksida yang tersisa
dalam buret dibaca, kemudian dihitung volume natrium hidroksida yang diperlukan
untuk titrasi dari selisih volume awal dan volume akhir natrium hidroksida
dalam buret.
9. Titrasi dilakukan sebanyak 2 kali.
b. Titrasi dengan
Indikator Phenophtalein
1.
Prosedur titrasi dilakukan kembali terhadap 10 mL larutan
asam klorida encer (larutan B) dengan larutan NaOH 0,1 M namun dengan
menggunakan indikator phenophtalein.
2.
Hasil yang diperoleh dibandingkan antara perlakuan dengan
menggunakan indikator metil merah dan dengan menggunakan phenophtalein sebagai
indikator.
III. Pembuatan Larutan Natrium
Hidroksida
1.
Sebanyak 0,4 gram butiran natrium hidroksida ditimbang
secara teliti menggunakan kaca arloji dan neraca analitik.
2.
Natrium hidroksida dipindahkan segera dari gelas arloji
ke dalam gelas beker yang telah berisi 20-25 mL akuades hangat begitu
penimbangan selesai dilakukan.
3.
Seluruh natrium hidroksida diaduk dengan pengaduk kaca
hingga larut sempurna.
4. Larutan dipindahkan
dari gelas beker ke dalam labu takar 50 mL.
5. Akuades ditambahkan
hingga tanda batas pada labu takar, lalu menutup labu takar, kemudian mengocok
larutan hingga homogen. Larutan yang diperoleh pada tahap ini disebut sebagai
larutan C.
6.
Sebanyak 20 mL larutan C ditambahkan ke dalam labu takar
100 mL yang baru dengan menggunakan pipet gondok yang sesuai.
7. Akuades ditambahkan
hingga tanda batas, kemudian mengocok larutan hingga homogen. Larutan yang
diperoleh disebut sebagai larutan D.
IV. Penentuan Konsentrasi Larutan Natrium
Hidroksida melalui Titrasi
a. Titrasi
NaOH dengan larutan HCl sebagai titran.
1. Akuades dibilas
dengan akuades sebelum digunakan, kemudian membilas kembali dengan larutan HCl 0,1 M yang akan digunakan.
2. Buret diisi dengan larutan HCl 0,1 M.
3. Volume awal larutan
HCl 0,1 M dicatat dalam buret dengan membaca skala pada meniskus bawah larutan.
4. Sebanyak 10 mL
larutan NaOH encer (larutan D) dipindahkan ke dalam Erlenmeyer dengan
menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.
5. 2 tetes indikator
metil merah ditambahkan ke dalam larutan tersebut.
6. Larutan dalam
Erlenmeyer dengan larutan HCl 0,1 M dititrasi di dalam buret hingga terjadi
perubahan warna.
7. Titrasi dihentikan
begitu terjadi perubahan warna yang konstan.
8. volume akhir asam
klorida yang tersisa dalam buret dibaca,
kemudian volume asam klorida yang
diperlukan untuk titrasi dihitung dari selisih volume awal dan volume akhir
asam klorida dalam buret.
9. titrasi dilakuakan
sebanyak 2 kali.
b. Titrasi
Larutan HCl 0,1 M dengan larutan NaOH sebagai titran
1. buret dibilas dengan
akuades, kemudian membilasnya kembali
dengan larutan NaOH yang telah dibuat (larutan D).
2. buret diidi dengan
NaOH encer (larutan D).
3. Sebanyak 10 mL
larutan HCl 0,1 M dipindahkan ke dalam Erlenmeyer dengan menggunakan pipet
gondok atau pipet ukur.
4. Sebanyak 2 tetes
indikator metil merah ditambahkan ke dalam larutan tersebut.
5. larutan dalam
Erlenmeyer dititrasi dengan larutan NaOH encer di dalam buret hingga terjadi
perubahan warna.
6. titrasi dihentikan
begitu terjadi perubahan warna yang konstan.
7. volume NaOH yang
diperlukan dihitung untuk mentitrasi larutan HCl tersebut.
8. titrasi dilakukan
sebanyak 2 kali.
9. Kemudian
dibandingkan hasil yang diperoleh antara perlakuan dengan larutan HCl 0,1 M
sebagai titran dan larutan NaOH encer sebagai titran.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasi dan Perhitungan
1.
Hasil
a.
Pembuatan
dan Pengenceran Larutan Asam Klorida
No.
|
Percobaan
|
Pengamatan
|
1.
|
Gelas
ukur kosong ditimbang
|
29,35 gram
|
2.
|
HCl
pekat
|
V
= 2 ml
Massa jenis = 1,190x106 gram/mL
Konsentrasi
= 37 % b/b
|
3.
|
Diisi
dengan akuades 20-25 mL
|
|
4.
|
HCl
dimasukkan ke dalam labutakar
|
|
5.
|
Akuades
ditambahkan ke dalam labu takar hingga tanda batas
|
|
6.
|
Labu
takar ditutup dan larutan dikocok hingga homogen (Larutan A)
|
V
= 10 mL
|
7.
|
Larutan
A dipindahkan ke dalam labu takar yang baru
|
V
= 10
mL
|
8.
|
Labu
takar tersebut ditambahkan akuades hingga tanda batas (Larutan B)
|
V
= 50
mL
|
b.
Penentuan
Konsentrasi Larutan Asam Klorida melalui Titrasi
Ø Titrasi dengan Indikator Metil Merah
Titrasi
ke...
|
Volume
HCl
|
Volume
NaOH
|
Perubahan Warna
|
1.
|
10 mL
|
2,1 mL
|
Merah muda –kuning
|
2.
|
10 mL
|
1,9 mL
|
Merah muda – kuning
|
Rata-rata
|
10 mL
|
2
mL
|
|
Ø Titrasi menggunakan Indikator Fenoftalein
Titrasi
ke...
|
Volume
HCl
|
Volume
NaOH
|
Perubahan Warna
|
1.
|
10 mL
|
1,8 mL
|
Bening - Merah muda
|
2.
|
10 mL
|
2,1 mL
|
Bening - Merah muda
|
Rata-rata
|
10 mL
|
1,85 mL
|
|
c.
Pembuatan
Larutan Natrium Hidroksida
No.
|
Percobaan
|
Pengamatan
|
1.
|
Butiran
NaOH ditimbang dengan kaca arloji dan neraca analitik
|
m = 0,4 gram
Mr = 40 gram/mol
|
2.
|
NaOH
dipindahkan ke dalam gelas beker yang berisi
|
Vakuades = 20 – 25 Ml
|
3.
|
Diaduk
dengan pengaduk kaca hingga larutan sempurna
|
|
4.
|
Dipindahkan
ke dalam labu takar 50 Ml
|
|
5.
|
Ditambahkan
akuades hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen (Larutan C)
|
V = 50
mL
|
6.
|
Larutan
C dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL yang baru
|
V = 25 mL
|
7.
|
Labu
takar ditambahkan akuades hingga tanda batas. Dikocok hingga homogen (Larutan
D)
|
V = 50
mL
|
d.
Penentuan
Konsentrasi Larutan Natrium Hidroksida melalui Titrasi
Ø Titrasi NaOH dengan Larutan HCl sebagai Titran
Titrasi ke...
|
Volume HCl
|
Volume NaOH
|
Indikator
|
Perubahan Warna
|
1.
|
9,5 mL
|
10 mL
|
Metil merah
|
Kuning – merah muda
|
2.
|
9,5 mL
|
10 mL
|
Metil merah
|
Kuning – merah muda
|
Rata-rata
|
9,5 mL
|
10 mL
|
|
|
Ø Titrasi Larutan HCl dengan NaOH sebagai Titran
Titrasi ke...
|
Volume HCl
|
Volume NaOH
|
Indikator
|
Perubahan Warna
|
1.
|
10
mL
|
9
mL
|
Metil merah
|
Merah
muda-kuning
|
2.
|
10
mL
|
9
mL
|
Metil merah
|
Merah muda –kuning
|
Rata-rata
|
10 mL
|
9
mL
|
|
|
2.
Perhitungan
I.
Penentuan
Konsentrasi Larutan HCl pekat
Diketahui
:
Massa
jenis HCl = 1,19 kg/L = 1190 gram/L
Persen berat HCl = 37%
(b/b)
Massa
1 L larutan pekat HCl = 1190 gram/L x 1 L = 1190 gram
Massa
HCl dalam 1 L larutan pekat = 37% x 1190 = 440,3 gram
Mr
HCl pekat = 36,5 gram/mol
Molaritas HCl pekat =
= 12,06 mol/L
II. Penentuan Konsentrasi Larutan HCl Encer (Larutan A dan Larutan B)
1. Melalui
Perhitungan Pengenceran
a. Konsentrasi Larutan A
Diketahui : Volume HCl pekat = 2 mL
MHCl = 12,06 M
VA
= 10 mL
Ditanya : MolaritasA = .......?
Jawab : MA. VA =
MB. VB
MA.
10 = 12,06 . 2
MA =
2,412
mol/L
b. Konsentrasi Larutan B
Diketahui : MA
= 2,412 M
VA = 10 mL
VB = 50 mL
Ditanya : MolaritasB = .....?
Jawab
: MA. VA = MB. VB
2,412 . 10= MB . 50
MB =
0,4824
0,5 mol/L
2. Melalui
titrasi
a. Dengan Indikator Metil Merah
Diketahui : MNaOH = 0,1 M
VHCl = 10 mL
VNaOH= 2 mL
Ditanya : NHCl =
.......?
Jawab : NHCl . VHCl = MNaOH . VNaOH
NHCl. 10 = 0,1 . 2
NHCl= 0,02 N
b. Dengan Indikator Phenophtalein
Diketahui : MNaOH = 0,1 M
VHCl
= 10 mL
VNaOH
= 1,85
mL
Ditanya : NHCl =
......?
Jawab : NHCl . VHCl = MNaOH . VNaOH
NHCl
. 10 = 0,1 . 1,85
NHCl = 0,0185 N
III. Penentuan Konsentrasi Larutan NaOH
1. Melalui
Perhitungan Pengenceran
a. Konsentrasi Larutan C
Diketahui : Massa NaOH = 0,4 gram
Volume
NaOH = 50 mL = 0,05 L
Mr
NaOH = 40 gr/mol
Ditanya : MNaOH = ....?
Jawab : MNaOH = mol / Vlarutan =
= 0,2 mol/L
b. Konsentrasi Larutan D
Diketahui : MC = 0,2 mol/L
VC
= 25
mL
Molaritas
larutan D = MD
VD
= 50 mL
Ditanya : MD = .....?
Jawab : MC . VC = MD . VD
0,2 . 25 = MD . 50
MD = 0,1
mol/L
2. Melalui
Titrasi dengan Metil Merah
a. Titrasi NaOH oleh HCl
Diketahui : Konsentrasi larutan NaOH = NNaOH
VNaOH
= 10 mL
Volume
HCl = VHCl = 9,5
mL
MHCl
= 0,1 M
NHCl
= 0,0185 N
Ditanya : MNaOH = .....?
Jawab : NHCl
. VHCl = NNaOH . VNaOH
0,0185
. 9,5 =
MNaOH . 10
MNaOH =
0,01758 M
b. Titrasi HCl oleh NaOH
Diketahui : Konsentrasi larutan NaOH = NNaOH
VNaOH
= 9
mL
VHCl
yang dititrasi = 10 mL
MHCl = 0,1 M
NHCl = 0,0185
N
Ditanya: MNaOH
= .....?
Jawab : NHCl . VHCl = MNaOH . VNaOH
0,0185 . 10 =
MNaOH . 9
MNaOH = 0,020565 M
2. Pembahasan
1.
Pembuatan dan Pengenceran
Larutan asam klorida
Berdasarkan
perhitungan dari data yang didapatkan diketahui banyaknya HCl dalam 1 L larutan
pekat sebelum diencerkan adalah 440,3 gram dengan konsentrasi 12,06 M. Volume larutan HCl
pekat yang diencerkan adalah 4,15 mL diencerkan hingga 100 mL sehingga dapat
dihitung menggunakan persamaan :
M1 . V1
= M2 . V2
Dan
didapatkan konsentrasi larutan A adalah
0,5 M. Kemudian larutan tersebut diambil sebanyak 20 mL dan
diencerkan kembali hingga 100 mL larutan dan dapat diketahui konsentrasi
larutan tersebut (larutan B) adalah sebesar 0,1 M
2.
Penentuan konsentrasi larutan
asam klorida melalui titrasi
a.
Titrasi dengan Indikator Metil Merah
Pada percobaan titrasi HCl dengan indikator metil merah
dengan NaOH 0,1 M sebagai titrannya. Diperoleh data perubahan warna yang
terjadi yaitu dari merah muda menjadi kuning. Dan dapat dihitung banyaknya NaOH
yang diperlukan untuk titrasi, yaitu sebesar 9,2 mL dan 11,4 mL dan rata-rata banyaknya volume NaOH yang diperlukan
adalah 10,3 mL. Setelah ditritasi, konsentrasi larutan HCl dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan :
NHCl . VHCl = MNaOH . VNaOH
Dan dapat diketahui
bahwa NHCl sebesar 0,103 M.
b.
Titrasi dengan Indikator fenophtalein
Pada percobaan titrasi HCl dengan indikator fenoftalein diperoleh
data perubahan warna yang terjadi dari bening menjadi merah muda. Dan banyak
NaOH yang diperlukan untuk titrasi sebesar 8,8 mL dan 11,2 mL dan rata-rata banyaknya volume NaOH yang diperlukan
adalah
10 mL. Dapat dilihat bahwa
banyaknya NaOH yang digunakan untuk titrasi HCl dengan indikator metil merah
lebih kecil dari indikator phenopthalein. Setelah dititrasi
konsentrasi larutan HCl dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
NHCl . VHCl = MNaOH . VNaOH
Dan dapat diketahui bahwa NHCl sebesar 0,1
M.
Perbedaan
hasil yang didapat ini terjadi karena pemakaian indikator yang berbeda dengan
kisaran harga indikator yang berbeda pula untuk menunjukkan nilai basa atau
titik ekivalen suatu larutan sehingga menghasilkan jumlah pemakaian NaOH
sebagai titran yang berbeda.
3. Pembuatan larutan natrium hidroksida
Pada proses pembuatan larutan NaOH, dengan menembakan
akuades ke dalam labu takar sampai pada tanda batas, dan kemudian mengocoknya
sampai homogen, maka terjadi reaksi ditandai dengan larutan menjadi panas,
terjadi reaksi eksotermal, dan ketika diencerkan larutan menjadi bening. Reaksi
kimia yang terjadi :
NaOH(s) + H2O NaOH encer
Besarnya konsentrasi larutan NaOH encer yang
pertama (larutan C) dapat diketahui dengan menghitung berdasarkan persamaan :
M1 . V1 = M2 . V2
Dan dapat diketahui
bahwa konsentrasi larutan C adalah 0,2 M. Kemudian larutan tersebut diencerkan
kembali dan diperoleh larutan yang disebut larutan D dengan konsentrasi 0,04
M.
4. Penentuan konsentrasi larutan natrium hidroksida melalui
titrasi
a. Titrasi NaOH dengan larutan HCl sebagai titran
Berdasarkan data percobaan diketahui VNaOH yang digunakan sebanyak 10 mL, VHCl
penitrasi sebanyak 50,75 mL dengan konsentrasi
0,1 M sehingga dapat dihitung MNaOH adalah sebesar 0,5 M.
b. Titrasi larutan HCl 0,1 Ndengan larutan NaOH sebagai
titran
Berdasarkan data percobaan diketahui VHCl yang digunakan sebanyak 10 mL, VNaOH
penitrasi sebanyak 2,5 mL dengan konsentrasi
0,1 M sehingga dapat dihitung MNaOH adalah sebesar 0,4 M.
Perbedaan hasil akhir titrasi
antara titrasi asam terhadap basa (merah muda) dengan titrasi basa terhadap
basa (kuning) dikarenakan karena perbedan penitrasi. Pada titrasi asam terhadap
basa, HCl (asam) berlaku sebagai penitrasi, sehingga warna larutan yang
terbentuk adalah warna reaksi asam dengan indikator (asam + merah metil = merah
muda), sedangkan pada titrasi basa terhadap asam yang berlaku sebagai penitrasi
adalah NaOH (basa),
sehingga warna larutan yang terbentuk pastilah warna reaksi basa dengan
indikator (basa + merah metil = kuning). Sifat akhir larutan hasil titrasi ini
adalah netral (asam kuat + basa kuat = netral).
V.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat
diambil dari percobaan ini adalah :
1. Penentuan konsentrasi
dapat dilakukan dengan cara dengan cara titrasi bila komponen-komponennya tidak
diketahui tetapi apabila telah diketahui maka dapat dilakukan dengan cara
perhitungan.
2. Larutan adalah
campuran homogen yang terdiri dari pelarut dan zat terlarut.
3. Konsentrasi larutan A
adalah 0,5 M, konsentrasi
larutan B adalah 0,1 M,
larutan C adalah 0,2 M, dan larutan D adalah 0,04 M.
DAFTAR
PUSTAKA
Gunawan, Adi. 2004. Tangkas Kimia. Kartika. Surabaya.
Kasih,
R. Y. 2012. Pengaruh Penambahan Abu Sekam Padi terhadap Kuat Tekan Mortal Semen
PCC dengan Perendaman dalam Asam Sulfat dan Analisis Larutan Rendaman Mortal.
FMIPA Unand. Vol. 1. No. 1.
Lestari, Iis. 2012. Larutan,
Pengertian dan Definisi Larutan.
Petrucci. 1987. Kimia DasarJilid 2. Erlangga. Jakarta.
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2001. Kimia
Dasar. Gajah Mada Universitas Press.
Yogyakarta.
Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. ITB. Bandung.
Yanne. 2010. Larutan
Baku Sekunder Analisis Dasar. Universitas
Muhammadiyah. Malang.
Chandra, A. D dan Hendra. C. 2012. Rancang Bangun Kontrol
pH Berbasis Self Tuning PID Melalui Metode Adaptive Control. Teknik
Fisika ITS. Vol. 1. No. 1.