Rabu, 07 Oktober 2015

Laporan Penelitian Pembuatan Dan Penentuan Konsentrasi Larutan


LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA DASAR I
PERCOBAAN I
PEMBUATAN DAN PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN





OLEH:
                        NAMA             : M.RIDWAN BAIDHOWI
                        NIM                 : J1B115407
                        KELOMPOK : II(DUA)
                        ASISTEN        : MEIRINA DWI S






PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2015
PERCOBAAN I
PEMBUATAN DAN PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN
I.          TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan percobaan praktikum ini diharapkan dapat membuat larutan dengan kosentrasi tertentu, mengencerkan larutan, dan menentukan kosentrasi larutan yang telah dibuat.
II.       TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Larutan

Dalam kimia, larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat. Zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut zat terlarut atau solut, sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut atau solven. Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan dinyatakan dalam konsentrasi larutan, sedangkan proses pencampuran zat terlarut dan pelarut membentuk larutan disebut pelarutan atau solvasi (Lestari, 2012).
Larutan dilihat berdasarkan keadaan fasa setelah bercampur ada yang homogen dan heterogen. Campuran homogen adalah campuran yang membentuk satu fasa yaitu yang mempunyai sifat dan komposisi yang sama antara satu bagian dengan bagian lain didekatnya. Contoh larutan homogen yaitu air gula dan alkohol dalam air. Sedang campuran heterogen adalah campuran yang mengandung dua fasa atau lebih contohnya air susu dan air kopi (Syukri, 1999).
Larutan dapat dibagi tiga, yaitu larutan gas, cair dan padat. Dalam larutan gas tidak banyak interaksi volume pengaruh suatu komponen terhadap yang lain, karena partikelnya sangat berjauhan. Dalam larutan cair antara partikel komponen larutan terdapat interaksi yang cukup kuat. Larutan padatan adalah padatan-padatan dalam mana satu komponen terdistribusi tak beraturan pada atom atau molekul dari komponen lainnya (Sastrohamidjojo, 2001).
II.2 Konsentrasi
Konsentrasi larutan menyatakan secara kuantitatif komposisi zat terlarut dan pelarut di dalam larutan. Konsentrasi umumnya dinyatakan dalam perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah total zat. Berdasarkan hal ini, munculah satuan-satuan konsentrasi, yaitu fraksi mol, molar, molal, dan normal serta di tambah dengan persentase massa, persen volume, dan ppm. Molaritas menyatakan banyaknya jumlah mol suatu zat terlarut per liter larutan, sedangkan normalitas menyatakan jumlah ekuivalen zat terlarut yang ada dalam setiap liter larutan. Persen berat menyatakan banyaknya zat terlarut (dalam satuan gram) per 100 mL larutan, sedangakan persen volume menyatakan volume zat terlarut (dalam satuan mL) yang tedapat dalam setiap 100 mL larutan (Gunawan, 2004).
Tabel 1. Satuan Konsentrasi Larutan
No
Nama
Lambang
Definisi
1

2

3

4

5

6

7
Fraksi mol

Molar

Molal

Normal

Persen massa

Persen volume

Part per million
X

M

m

N

% w

% V

ppm
mol zat terlarut
mol zat terlarut + mol pelarut
mol zat terlarut
liter larutan
mol zat terlarut
1000 gram pelarut
gram ekivalen zat terlarut
liter larutan
gram zat terlarut        x 100%
gram larutan
volume zat terlarut     x 100%
volume larutan
mg zat terlarut
kg larutan

(Syukri, 1999).
Larutan yang diketahui konsentrasinya dengan pasti disebut larutan standar dan biasanya diletakkan dari suatu buret ke dalam suatu erlenmeyer yang mengandung zat akan ditentukan kadarnya sampai reaksi selesai.Sifat larutan sedikit menyimpang dari zat pelarut, karena adanya zat terlarut. Proses yang digunakan untuk menentukan secara teliti konsentrasi suatu larutan dikenal sebagai Standarisasi. Suatu larutan standar dapat dibuat dari sejumlah contoh yang diinginkan yang ditimbang secara teliti, kemudian melarutkannya ke dalam volume larutan yang secara teliti diukur volumenya (Sastrohamidjojo, 2001).
Seperti halnya hasil dri percobaan yang dilakukan oleh Ranti Yulia kasih dan kawan-kawan tentang pengaruh penambahan abu sekam padi terhadap kuat tekan mortal semen PCC dengan perendaman dalam asam sulfat dan analisis larutan rendaman mortal dapat disimpulkan bahwa nilai kuat tekan mortal dalam larutan asam sulfat tidak jauh berbeda dengan mortal dalam akuades dengan nilai konsentrasi terbesar dari logam terlarut dalam larutan peremdaman mortal adalah Ca 5,5 ppm pada larutan H2SO4 dan 4,57 dalam akuades (Kasih, 2012)
Untuk membuat larutan dengan konsentrasi tertentu harus diperhatikan :
1.    Apabila dari padatan, pahami terlebih dahulu satuan yang diinginkan. Berapa volum atau    massa larutan yang akan dibuat.
2.    Apabila larutan yang lebih pekat, satuan konsentrasi larutan yang diketahui dengan satuan yang diinginkan harus disesuaikan. Jumlah zat terlarut sebelum dan sesudah pengenceran adalah sama, dan memenuhi persamaan :
V1 . M1 = V2 . M2 .................................................................................. (2.1)        
dimana,
V1 : Volume larutan atau massa sebelum diencerkan
M1 : Konsentrasi larutan sebelum diencerkan
V2 : Volume larutan atau massa setelah diencerkan
M2 : Konsentrasi larutan setelah diencerkan
(Syukri, 1999).

II.3 Titrasi

Titrasi adalah cara analisis yang memungkinkan kita untuk mengukur jumlah yang pasti dari suatu larutan dengan mereaksikan dengan suatu larutan yang konsentrasinya diketahui. Pada suatu titrasi, salah satu larutan yang mengandung suatu pereaksi dimasukkan ke dalam buret, suatu lempeng gelas yang salah satu ujungnya diberi kran dan diberi tanda tera dalam ml dan  ml. larutan dalam buret disebut penitrasi dan selama titrasi larutan ini diteteskan secara perlahan sampai seluruh reaksi selesai yang dinyatakan dengan berubahnya warna indikator, suatu zat yang umumnya ditambahkan ke dalam larutan dalam bejana penerima dan mengalami satu macam perubahan warna. Perubahan warna ini menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi, diberi nama demikian karena pada titik ini penetesan larutan penitrasinya dihentikan dan volumenya dicatat (Petrucci, 1987).
    Titrasi adalah metode penetapan kadar suatu larutan dengan menggunakan  larutan standar  yang sudah diketahui konsentrasinya. Dalam hal ini, suatu larutan yang konsentrasinya telah diketahui secara pasti (larutan standar), ditambahkan secara bertahap ke larutan lain yang konsentrasinya tidak diketahui, sampai reaksi kimia antara kedua larutan tersebut berlangsung sempurna. (Ahmad & Hendra 2012)
Reaksi antara titran dan zat terpilih sebagai standar primer, harus memenuhi persyaratan untuk analisa secara titrimetri.  Suatu standar primer harus mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1.   Zat itu harus mudah didapat dalam bentuk murni atau dalam keadaan kemurnian yang diketahui dengan tepat. Umumnya zat pengotor harus tidak melebihi 0,01-0,2 % dan harus diuji ketidak-murniannya dengan uji-uji yang diketahui kepekaannya.
2.   Zat itu harus tetap, mudah dikeringkan dan tidak higroskopik.  Tidak berkurang beratnya sewaktu terkena udara. Garam-garaman hidrat biasanya tidak digunakan sebagai standar primer.
3.   Zat itu mempunyai berat ekuivalen yasng cukup tinggi agar dapat mengurangi konsekuensinya akibat kesalahan dalam (Yanne, 2010).
Agar titrasi dapat berlangsung dengan baik, yang harus diperhatikan adalah :
1.    Interaksi antara pentiter dan zat yang ditentukan harus berlangsung secara stoikiometri.
Interaksi antara pentiter dan zat yang ditentukan harus berlangsung secara terhitung, artinya sesuai dengan ketetapan yang dicapai dengan peralatan yang lazim digunakan dalam titrimetri.  Reaksi harus sempurna sekurang-kurangnya 99,9 % pada titik kesetaraan.
2.  Laju reaksi harus cukup tinggi agar titrasi berlangsung dengan cepat. Titrasi dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Berdasarkan reaksi
a)         Titrasi asam basa  
b)         Titrasi oksidasi reduksi
c)         Titrasi pengendapan
d)        Titrasi kompleksometri
2. Berdasarkan titran (larutan standar) yang dipakai
a)         Titrasi asidimetri
b)         Titrasi asidimetri
3.    Campuran penetapan akhir
a)         Cara visual dengan indikator
b)         Cara elektromagnetik
4. Berdasarkan kosentrasi
a)         Makro
b)        Semimikro
c)         Mikro
5. Berdasarkan teknik pelaksaan
a)         Tidak langsung
b)         Titrasi plank
c)         Titrasi tidak langsung (Yanne, 2010).
III.   ALAT DAN BAHAN

A. Alat

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah gelas piala 50 mL, gelas ukur, pipet tetes, pipet ukur, pipet gondok, labu takar, dan buret.
B. Bahan
Bahan-bahan yang diperlukan pada percobaan ini adalah asam klorida (HCl) pekat, larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,1 M, pelet natrium hidroksida (NaOH), larutan asam klorida (HCl) 0,1 M, indikator metil merah, dan indikator phenophtalein.
III.    PROSEDUR KERJA
I.  Pembuatan dan Pengenceran Larutan Asam Klorida
1.  Gelas ukur kosong ditimbang, kemudian dicatat beratnya.
2. Sebanyak 4,2 mL larutan asam klorida pekat diambil dengan gelas ukur yang telah ditimbang dan pipet tetes. Di lakukan dalam lemari asam.
3.  Labu takar 100 mL yang kosong ditimbang, kemudian diisi labu takar tersebut  dengan sekitar 20-25 ml akuades.
4.  Asam  klorida  pekat  yang  telah  diambil  dimasukkan  ke  dalam  labu takar dengan perlahan-lahan. Lakukan dalam lemari asam.
5.  Akuades ditambahkan ke dalam labu takar hingga tanda batas (perhatikan, meniskus yang diamati adalah meniskus bawah). Ditutup labu takar dan mengocoknya hingga larutan homogen.  Labu takar yang telah berisi larutan ditimbang. Larutan yang telah dibuat dalam tahap  ini disebut sebagai larutan A.
6.  Sebanyak 20 mL larutan asam klorida yang telah dibuat (larutan A) dipindahkan ke dalam labu takar 100mL yang baru dengan pipet gondok atau pipet ukur.
7.  Akuades ditambahkan ke dalam labu takar hingga tanda batas. Larutan HCl yang telah diencerkan ini disebut sebagai larutan B.

II. Penentuan Konsentrasi Larutan Asam Klorida melalui titrasi
a. Titrasi dengan Indikator Metil Merah
1.  Buret dibilas terlebih dahulu dengan akuades sebelum digunakan, kemudian membilas kembali dengan larutan NaOH yang akan digunakan.
2.  Buret diisi dengan larutan natrium hidroksida (NaOH).
3.  Volume awal larutan natrium hidroksida dicatat dalam buret dengan membaca skala pada meniskus bawah larutan.
4.  Sebanyak 10 mL larutan asam klorida encer (larutan B) dipindahkan ke dalam erlenmeyer dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.
5.  Indikator metil merah ditambahkan ke dalam larutan tersebut.
6.  Larutan dalam Erlenmeyer dititrasi dengan larutan natrium hidroksida di dalam buret hingga terjadi perubahan warna.
7.  Titrasi dihentiakn begitu terjadi perubahan warna yang konstan.
8.  Volume akhir natrium hidroksida yang tersisa dalam buret dibaca, kemudian dihitung volume natrium hidroksida yang diperlukan untuk titrasi dari selisih volume awal dan volume akhir natrium hidroksida dalam buret.
9.  Titrasi dilakukan sebanyak 2 kali.
b.  Titrasi dengan Indikator Phenophtalein
1.   Prosedur titrasi dilakukan kembali terhadap 10 mL larutan asam klorida encer (larutan B) dengan larutan NaOH 0,1 M namun dengan menggunakan indikator  phenophtalein.
2.    Hasil yang diperoleh dibandingkan antara perlakuan dengan menggunakan indikator metil merah dan dengan menggunakan phenophtalein sebagai indikator.
III. Pembuatan Larutan Natrium Hidroksida
1.    Sebanyak 0,4 gram butiran natrium hidroksida ditimbang secara teliti menggunakan kaca arloji dan neraca analitik.
2.    Natrium hidroksida dipindahkan segera dari gelas arloji ke dalam gelas beker yang telah berisi 20-25 mL akuades hangat begitu penimbangan selesai dilakukan.
3.    Seluruh natrium hidroksida diaduk dengan pengaduk kaca hingga larut sempurna.
4.    Larutan dipindahkan dari gelas beker ke dalam labu takar 50 mL.
5.    Akuades ditambahkan hingga tanda batas pada labu takar, lalu menutup labu takar, kemudian mengocok larutan hingga homogen. Larutan yang diperoleh pada tahap ini disebut sebagai larutan C.
6.    Sebanyak 20 mL larutan C ditambahkan ke dalam labu takar 100 mL yang baru dengan menggunakan pipet gondok yang sesuai.
7.    Akuades ditambahkan hingga tanda batas, kemudian mengocok larutan hingga homogen. Larutan yang diperoleh disebut sebagai larutan D.
IV. Penentuan Konsentrasi Larutan Natrium Hidroksida melalui Titrasi
a. Titrasi NaOH dengan larutan HCl sebagai titran.
1. Akuades dibilas dengan akuades sebelum digunakan, kemudian membilas kembali  dengan larutan HCl 0,1 M yang akan digunakan.
2. Buret  diisi dengan larutan HCl 0,1 M.
3. Volume awal larutan HCl 0,1 M dicatat dalam buret dengan membaca skala pada meniskus bawah larutan.
4. Sebanyak 10 mL larutan NaOH encer (larutan D) dipindahkan ke dalam Erlenmeyer dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.
5. 2 tetes indikator metil merah ditambahkan ke dalam larutan tersebut.
6. Larutan dalam Erlenmeyer dengan larutan HCl 0,1 M dititrasi di dalam buret hingga terjadi perubahan warna.
7. Titrasi dihentikan begitu terjadi perubahan warna yang konstan.
8. volume akhir asam klorida  yang tersisa dalam buret dibaca, kemudian volume asam klorida  yang diperlukan untuk titrasi dihitung dari selisih volume awal dan volume akhir asam klorida  dalam buret.
9. titrasi dilakuakan sebanyak 2 kali.
b. Titrasi Larutan HCl 0,1 M dengan larutan NaOH sebagai titran
1. buret dibilas dengan akuades, kemudian membilasnya kembali  dengan larutan NaOH yang telah dibuat (larutan D).
2. buret diidi dengan NaOH encer (larutan D).
3. Sebanyak 10 mL larutan HCl 0,1 M dipindahkan ke dalam Erlenmeyer dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.
4. Sebanyak 2 tetes indikator metil merah ditambahkan ke dalam larutan tersebut.
5. larutan dalam Erlenmeyer dititrasi dengan larutan NaOH encer di dalam buret hingga terjadi perubahan warna.
6. titrasi dihentikan begitu terjadi perubahan warna yang konstan.
7. volume NaOH yang diperlukan dihitung untuk mentitrasi larutan HCl tersebut.
8. titrasi dilakukan sebanyak 2 kali.
9. Kemudian dibandingkan hasil yang diperoleh antara perlakuan dengan larutan HCl 0,1 M sebagai titran dan larutan NaOH encer sebagai titran.
IV.    HASIL DAN PEMBAHASAN
A.       Hasi dan Perhitungan
1.        Hasil
a.        Pembuatan dan Pengenceran Larutan Asam Klorida
No.
Percobaan
Pengamatan
 1.
Gelas ukur kosong ditimbang
29,35 gram
 2.
HCl pekat
V = 2 ml
Massa jenis = 1,190x106 gram/mL
Konsentrasi = 37 % b/b
 3.
Diisi dengan akuades 20-25 mL

 4.
HCl dimasukkan ke dalam labutakar

 5.
Akuades ditambahkan ke dalam labu takar hingga tanda batas

 6.
Labu takar ditutup dan larutan dikocok hingga homogen (Larutan A)
V = 10 mL
 7.
Larutan A dipindahkan ke dalam labu takar yang baru
V = 10 mL
 8.
Labu takar tersebut ditambahkan akuades hingga tanda batas (Larutan B)
V = 50 mL

b.        Penentuan Konsentrasi Larutan Asam Klorida melalui Titrasi
Ø  Titrasi dengan Indikator Metil Merah
Titrasi ke...
Volume HCl
Volume NaOH
Perubahan Warna
1.
10 mL
2,1 mL
Merah muda –kuning
2.
10 mL
1,9 mL
Merah muda – kuning
Rata-rata
10 mL
2 mL


Ø  Titrasi menggunakan Indikator Fenoftalein
Titrasi ke...
Volume HCl
Volume NaOH
Perubahan Warna
1.
10 mL
1,8 mL
Bening - Merah muda
2.
10 mL
2,1 mL
Bening - Merah muda
Rata-rata
10 mL
1,85 mL





c.         Pembuatan Larutan Natrium Hidroksida
No.
Percobaan
Pengamatan
 1.
Butiran NaOH ditimbang dengan kaca arloji dan neraca analitik
 m = 0,4 gram
 Mr = 40 gram/mol
 2.
NaOH dipindahkan ke dalam gelas beker yang berisi
 Vakuades = 20 – 25 Ml
 3.
Diaduk dengan pengaduk kaca hingga larutan sempurna

 4.
Dipindahkan ke dalam labu takar 50 Ml

 5.
Ditambahkan akuades hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen (Larutan C)
 V = 50 mL
 6.
Larutan C dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL yang baru
 V = 25 mL
 7.
Labu takar ditambahkan akuades hingga tanda batas. Dikocok hingga homogen (Larutan D)
 V = 50 mL

d.        Penentuan Konsentrasi Larutan Natrium Hidroksida melalui Titrasi
Ø  Titrasi NaOH dengan Larutan HCl sebagai Titran
Titrasi ke...
Volume HCl
Volume NaOH
Indikator
Perubahan Warna
1.
9,5 mL
10 mL
Metil merah
Kuning – merah muda
2.
9,5 mL
10 mL
Metil merah
Kuning – merah muda
Rata-rata
9,5 mL
10 mL



Ø  Titrasi Larutan HCl dengan NaOH sebagai Titran
Titrasi ke...
Volume HCl
Volume NaOH
Indikator
Perubahan Warna
1.
10 mL
9 mL
Metil merah
Merah muda-kuning
2.
10 mL
9 mL
Metil merah
Merah muda –kuning
Rata-rata
10 mL
9 mL



2.        Perhitungan
I.         Penentuan Konsentrasi Larutan HCl pekat
Diketahui :
Massa jenis HCl = 1,19 kg/L = 1190 gram/L
Persen berat HCl = 37% (b/b)
Massa 1 L larutan pekat HCl = 1190 gram/L x 1 L = 1190 gram
Massa HCl dalam 1 L larutan pekat = 37% x 1190 = 440,3 gram
Mr HCl pekat = 36,5 gram/mol
Molaritas HCl pekat      =
                                      = 12,06 mol/L
II.      Penentuan Konsentrasi Larutan HCl  Encer (Larutan A dan Larutan B)
1.    Melalui Perhitungan Pengenceran
a.    Konsentrasi Larutan A
Diketahui :    Volume HCl pekat = 2 mL
                     MHCl = 12,06 M
                     VA = 10 mL
Ditanya :       MolaritasA = .......?
Jawab :         MA. VA   = MB. VB
                     MA. 10    = 12,06 . 2
                             MA = 2,412 mol/L
b.    Konsentrasi Larutan B
Diketahui :    MA = 2,412 M
                     VA = 10 mL
                     VB = 50 mL
Ditanya :       MolaritasB  = .....?
Jawab :         MA. VA   = MB. VB
                         2,412 . 10= MB . 50
                             MB =  0,4824 0,5 mol/L
2.    Melalui titrasi
a.    Dengan Indikator Metil Merah
Diketahui :    MNaOH = 0,1 M
                     VHCl = 10 mL
                     VNaOH= 2 mL
Ditanya :       NHCl  = .......?
Jawab :         NHCl . VHCl  = MNaOH . VNaOH
                        NHCl. 10 = 0,1 . 2
                               NHCl= 0,02 N
b.    Dengan Indikator Phenophtalein
Diketahui :    MNaOH = 0,1 M
                     VHCl = 10 mL
                     VNaOH = 1,85 mL
Ditanya :       NHCl  = ......?
Jawab :         NHCl . VHCl  = MNaOH . VNaOH
                                       NHCl . 10       = 0,1 . 1,85
                                  NHCl          = 0,0185 N
III.   Penentuan Konsentrasi Larutan NaOH
1.    Melalui Perhitungan Pengenceran
a.    Konsentrasi Larutan C
Diketahui :    Massa NaOH = 0,4 gram
                     Volume NaOH = 50 mL = 0,05 L
                     Mr NaOH = 40 gr/mol
Ditanya :       MNaOH = ....?
Jawab :         MNaOH   = mol / Vlarutan =
                                 = 0,2 mol/L
b.    Konsentrasi Larutan D
Diketahui :    MC = 0,2 mol/L
                    VC = 25 mL
                    Molaritas larutan D = MD
                           VD  = 50 mL
Ditanya :       MD  = .....?
Jawab :         MC . VC  = MD . VD
                 0,2 . 25 = MD . 50
                          MD  = 0,1 mol/L
2.    Melalui Titrasi dengan Metil Merah
a.    Titrasi NaOH oleh HCl
Diketahui :    Konsentrasi larutan NaOH = NNaOH
                     VNaOH = 10 mL
                     Volume HCl = VHCl = 9,5 mL
                     MHCl = 0,1 M
                     NHCl = 0,0185 N
Ditanya :       MNaOH = .....?
Jawab :         NHCl  . VHCl   = NNaOH . VNaOH
                        0,0185 . 9,5 = MNaOH . 10
                              MNaOH   = 0,01758 M
b.    Titrasi HCl oleh NaOH
Diketahui :    Konsentrasi larutan NaOH = NNaOH
                            VNaOH = 9 mL
                     VHCl  yang dititrasi = 10 mL
                     MHCl  = 0,1 M
                     NHCl  = 0,0185 N
Ditanya:        MNaOH  = .....?
Jawab :         NHCl  . VHCl    = MNaOH . VNaOH
                       0,0185 . 10 = MNaOH . 9
                          MNaOH     = 0,020565 M
2.    Pembahasan
1.    Pembuatan dan Pengenceran Larutan asam klorida
Berdasarkan perhitungan dari data yang didapatkan diketahui banyaknya HCl dalam 1 L larutan pekat sebelum diencerkan adalah 440,3 gram dengan konsentrasi 12,06 M. Volume larutan HCl pekat yang diencerkan adalah 4,15 mL diencerkan hingga 100 mL sehingga dapat dihitung menggunakan persamaan :
M1 . V1 = M2 . V2
Dan  didapatkan  konsentrasi  larutan  A  adalah  0,5 M.  Kemudian  larutan tersebut diambil sebanyak 20 mL dan diencerkan kembali hingga 100 mL larutan dan dapat diketahui konsentrasi larutan tersebut (larutan B) adalah sebesar 0,1 M
2.    Penentuan konsentrasi larutan asam klorida melalui titrasi
a.         Titrasi dengan Indikator Metil Merah
Pada percobaan titrasi HCl dengan indikator metil merah dengan NaOH 0,1 M sebagai titrannya. Diperoleh data perubahan warna yang terjadi yaitu dari merah muda menjadi kuning. Dan dapat dihitung banyaknya NaOH yang diperlukan untuk titrasi, yaitu sebesar 9,2 mL dan 11,4 mL dan rata-rata banyaknya volume NaOH yang diperlukan adalah 10,3 mL. Setelah ditritasi, konsentrasi larutan HCl dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
NHCl . VHCl  = MNaOH .  VNaOH
Dan dapat diketahui bahwa NHCl sebesar 0,103 M.
b.        Titrasi dengan Indikator fenophtalein
Pada percobaan titrasi HCl dengan indikator fenoftalein diperoleh data perubahan warna yang terjadi dari bening menjadi merah muda. Dan banyak NaOH yang diperlukan untuk titrasi sebesar 8,8 mL dan 11,2 mL dan rata-rata banyaknya volume NaOH yang diperlukan adalah 10 mL. Dapat dilihat bahwa banyaknya NaOH yang digunakan untuk titrasi HCl dengan indikator metil merah lebih kecil dari indikator phenopthalein. Setelah dititrasi konsentrasi larutan HCl dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
NHCl . VHCl  = MNaOH .  VNaOH
Dan dapat diketahui bahwa NHCl sebesar 0,1 M.
Perbedaan hasil yang didapat ini terjadi karena pemakaian indikator yang berbeda dengan kisaran harga indikator yang berbeda pula untuk menunjukkan nilai basa atau titik ekivalen suatu larutan sehingga menghasilkan jumlah pemakaian NaOH sebagai titran yang berbeda.
3.    Pembuatan larutan natrium hidroksida
Pada proses pembuatan larutan NaOH, dengan menembakan akuades ke dalam labu takar sampai pada tanda batas, dan kemudian mengocoknya sampai homogen, maka terjadi reaksi ditandai dengan larutan menjadi panas, terjadi reaksi eksotermal, dan ketika diencerkan larutan menjadi bening. Reaksi kimia yang terjadi :
NaOH(s)   +  H2O                   NaOH encer

Besarnya konsentrasi larutan NaOH encer yang pertama (larutan C) dapat diketahui dengan menghitung berdasarkan persamaan :
M1 . V1 = M2 . V2
Dan dapat diketahui bahwa konsentrasi larutan C adalah 0,2 M. Kemudian larutan tersebut diencerkan kembali dan diperoleh larutan yang disebut larutan D dengan konsentrasi 0,04 M.

4.    Penentuan konsentrasi larutan natrium hidroksida melalui titrasi
a. Titrasi NaOH dengan larutan HCl sebagai titran
Berdasarkan data percobaan diketahui VNaOH  yang digunakan sebanyak 10 mL, VHCl penitrasi sebanyak 50,75 mL dengan konsentrasi  0,1 M sehingga dapat dihitung MNaOH  adalah sebesar  0,5 M.
b. Titrasi larutan HCl 0,1 Ndengan larutan NaOH sebagai titran
Berdasarkan data percobaan diketahui VHCl  yang digunakan sebanyak 10 mL, VNaOH penitrasi sebanyak 2,5 mL dengan konsentrasi  0,1 M sehingga dapat dihitung MNaOH  adalah sebesar  0,4 M.
Perbedaan hasil akhir titrasi antara titrasi asam terhadap basa (merah muda) dengan titrasi basa terhadap basa (kuning) dikarenakan karena perbedan penitrasi. Pada titrasi asam terhadap basa, HCl (asam) berlaku sebagai penitrasi, sehingga warna larutan yang terbentuk adalah warna reaksi asam dengan indikator (asam + merah metil = merah muda), sedangkan pada titrasi basa terhadap asam yang berlaku sebagai penitrasi adalah NaOH (basa), sehingga warna larutan yang terbentuk pastilah warna reaksi basa dengan indikator (basa + merah metil = kuning). Sifat akhir larutan hasil titrasi ini adalah netral (asam kuat + basa kuat = netral).








V.       KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah :
1.     Penentuan konsentrasi dapat dilakukan dengan cara dengan cara titrasi bila komponen-komponennya tidak diketahui tetapi apabila telah diketahui maka dapat dilakukan dengan cara perhitungan.
2.     Larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari pelarut dan zat terlarut.
3.     Konsentrasi larutan A adalah 0,5 M, konsentrasi larutan B adalah 0,1 M, larutan C adalah 0,2 M, dan larutan D adalah 0,04 M.

 



DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Adi. 2004. Tangkas Kimia. Kartika. Surabaya.
Kasih, R. Y. 2012. Pengaruh Penambahan Abu Sekam Padi terhadap Kuat Tekan Mortal Semen PCC dengan Perendaman dalam Asam Sulfat dan Analisis Larutan Rendaman Mortal. FMIPA Unand. Vol. 1. No. 1.

Lestari, Iis. 2012. Larutan, Pengertian dan Definisi Larutan.

Petrucci. 1987. Kimia DasarJilid 2. Erlangga. Jakarta.
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2001. Kimia Dasar. Gajah Mada Universitas Press.
            Yogyakarta.
Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. ITB. Bandung.
Yanne. 2010. Larutan Baku Sekunder Analisis Dasar. Universitas Muhammadiyah. Malang.

Chandra, A. D dan Hendra. C. 2012. Rancang Bangun Kontrol pH Berbasis Self Tuning PID Melalui Metode Adaptive Control. Teknik Fisika ITS. Vol. 1. No. 1.